Penulis: Syaikh
Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan
Wahai
muslimah!
Sesungguhnya
hijab menjagamu dari pandangan yang beracun. Pandangan yang berasal dari
penyakit hati dan penyakit kemanusiaan. Hijab memutuskan darimu ketamakan yang
berapi-api.
A. Sifat Pakaian
yang Disyariatkan bagi Wanita Muslimah
1. Diwajibkan
pakaian wanita muslimah itu menutupi seluruh badannya dari (pandangan) laki-laki
yang bukan mahramnya. Dan janganlah terbuka untuk mahram-mahramnya kecuali yang
telah terbiasa terbuka seperti wajah, kedua telapak tangan dan kedua
kakinya.
2. Agar pakaian
itu menutupi apa yang ada di sebaliknya (yakni tubuhnya), janganlah terlalu
tipis (transparan), sehingga dapat terlihat bentuk tubuhnya.
3.Tidaklah
pakaian itu sempit yang mempertontonkan bentuk anggota badannya, sebagaimana
disebutkan dalam kitab Shahih Muslim dari Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam
bahwasanya beliau bersabda:
"Dua kelompok
dari penduduk neraka yang aku belum melihatnya, (kelompok pertama) yaitu wanita
yang berpakaian (pada hakekatnya) ia telanjang, merayu-¬rayu dan menggoda,
kepala mereka seperti punuk onta (melenggak-lenggok, membesarkan konde), mereka
tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya. Dan (kelompok kedua) yaitu
laki-laki yang bersamanya cemeti seperti ekor sapi yang dengannya manusia saling
rnemukul-mukul sesama hamba Allah. "(HR. Muslim)
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam Majmu' Al-Fatawa (22/146) dalam
menafsirkan sabda Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam:
"Bahwa perempuan
itu memakai pakaian yang tidak menutupinya. Dia berpakaian tapi sebenarnya
telanjang. Seperti wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga menggambarkan
postur tubuh (kewanitaan)-nya atau pakaian yang sempit yang memperlihatkan lekuk
tubuhnya, seperti pinggul, lengan dan yang sejenisnya. Akan tetapi, pakaian
wanita ialah apa yang menutupi tubuhnya, tidak memperlihatkan bentuk tubuh,
serta kerangka anggota badannya karena bentuknya yang tebal dan
lebar."
4.Pakaian wanita
itu tidak menyerupai pakaian laki-laki.
Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wassallam telah melaknat wanita-wanita yang menyerupai
laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita. Sedangkan untuk membedakan
wanita dengan laki-laki dalam hal berpakaian adalah pakaian yang dipakai dinilai
dari karakter bentuk dan sifat menurut ketentuan adat istiadat setiap
masyarakat.
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam Majmu'Al-Fatawa
(22/148-149/155):
"Maka (hal) yang
membedakan antara pakaian laki-¬laki dan pakaian perempuan dikembalikan pada
pakaian yang sesuai bagi laki-laki dan perempuan, yaitu pakaian yang cocok
sesuai dengan apa yang diperintahkan untuk lak-¬laki dan perempuan. Para wanita
diperintahkan untuk menutup dan menghalangi tanpa ada rasa tabarruj
(mempertontonkan) dan memperlihatkan. Untuk itu tidak dianjurkan bagi wanita
mengangkat suara di dalam adzan, ¬(membaca) talbiyah, (berdzikir ketika) naik ke
bukit Shafa dan Marwa dan tidaklah telanjang di dalam Ihram seperti ¬laki-laki.
Karena laki-laki diperintahkan untuk membuka kepalanya dan tidak memakai pakaian
yang melampaui batas (dilarang) yakni yang dibuat sesuai anggota badannya, tidak
memakai baju, celana panjang dan kaos kaki."
Selanjutnya
Syaikhul Islam mengatakan:
"Dan adapun
wanita, sesungguhnya tidak dilarang sesuatupun dari pakaian karena ia
diperintahkan untuk menutupi dan menghijabi (membalut) dan tidak dianjurkan
kebalikannya. Akan tetapi dilarang memakai kerudung ¬dan memakai sarung tangan,
karena keduanya merupakan_ pakaian yang terbuat sesuai dengan bentuk tubuh dan
tidak ada kebutuhan bagi wanita padanya." Kemudian beliau menyebutkan, bahwa
wanita itu menutup wajahnya tanpa keduanya dari laki-laki sampai beliau
mengatakan di akhir: "Maka jelas, antara pakaian laki-laki dan perempuan itu
sudah seharusnya berbeda. Yakni untuk membedakan laki-laki dari wanita. Pakaian
wanita itu haruslah istitar (menutupi auratnya) dan istijab (menghalangi dari
pandangan yang bukan mahramnya -pent.). Sebagaimana yang dimaksud dhahir " dari
bab ini."(11)
Kemudian beliau
menjelaskan, bahwa apabila pakaian itu lebih pantas dipakai oleh laki-laki
sebagaimana umumnya, maka dilarang bagi wanita. Hingga beliau mengatakan:
"Manakala pakaian itu bersifat qillatul istitar (hanya sekedar menutupi aurat
-pent.) dan musyabahah (pakaian itu layak dipakai oleh laki-laki dan perempuan -
pent.), maka dilarang pemakaiannya dari dua bentuk (baik laki-laki maupun
perempuan -pent.). Allahu a'lam. "
5.Pakaian wanita
tidaklah terhiasi oleh perhiasan yang menarik perhatian (orang lain) ketika
keluar rumah, agar tidak termasuk golongan wanita-wanita yang bertabaruj
(mempertontonkan) pada perhiasan.
Berhijab
Bahwa seorang
wanita yang menutupi badannya dari (pandangan) laki-laki yang bukan mahramnya
disebut berhijab.
Sebagaimana
firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
"Dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka,
putra-putra saudara perempuan mereka. " (An-Nur: 31)
Dalam firman-Nya
yang lain:
"Dan apabila kamu
ada sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari
belakang tabir (hijab). " (Al-Ahzab: 53)
Dan yang dimaksud
dengan hijab (dari ayat di atas) adalah sesuatu yang menutupi wanita termasuk di
dalamnya dinding, pintu atau pakaian.
Sedangkan
kata-kata dalam ayat tersebut walaupun diperuntukkan kepada istri-istri Nabi
Shalallahu’alaihi Wassallam, namun hukumnya adalah umum untuk semua wanita
mukminah.
Karena `illat
(landasan)-nya adalah berkaitan dengan firman ¬Allah Subhanahu Wa
Ta’ala:
"Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. " (Al-Ahzab:
53)
Dan `illat
(landasan) ini adalah umum. Maka keumuman `illat menunjukkan bahwa hukum
tersebut berlaku untuk umum. Dan firman Allah Subhanahu Wa
Ta’ala
yang
lain:
"Hai Nabi
katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang
mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ".
(Al-Ahzab: 59)
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam majmu'Al-Fatawa
(22/110-111):
"Jilbab adalah
kain penutup, sebagaimana Ibnu Mas'ud dan yang lainnya menamakan dengan sebutan
rida’ (cadar) dan
izar (sarung) sebagaimana umum menyebutnya, yakni kain sarung yang besar sebagai
penutup kepala dan seluruh badan wanita. Diriwayatkan dari Abu Ubaidah dan yang
lainnya, bahwa wanita itu mengulurkan jilbab dari atas kepalanya sampai tidak
terlihat (raut mukanya), kecuali matanya. Termasuk sejenis hijab adalah niqab
(sarung kepala). Dan dalil-dalil sunnah nabawiyyah
tentang kewajiban
seorang wanita menutupi wajah dari selain mahramnya."(12)
Dan dalil-dalil
tentang kewajiban wanita untuk menutup wajah dari selain mahramnya menurut Al-
Qur`an dan As Sunnah sangatlah banyak. Maka saya sarankan kepada anda wahai
muslimah, (bacalah -pent.) mengenai hal tersebut di dalam Risalah Hijab dan
Pakaian di dalam Shalat karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Risalah Hijab karya
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Risalatu Ash-Sharim Al Masyhur `ala
Al-Maftunin bi As-Sufur karya Syaikh Hamud bin Abdullah At-Tuwaijiri dan Risalah
Hijab karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin. Semua risalah tersebut
telah menjabarkan tentang permasalahan hijab beserta hal-hal yang berkaitan
dengannya.
Ketahuilah wahai
muslimah!
Bahwa ulama-ulama
yang membolehkan kamu membuka wajahmu dengan kata-kata yang menggiurkan
(rayuan-rayuai gombal) sepertinya dapat menghindarkanmu dari fitnah. Padaha
fitnah tidaklah dapat dihindari, khususnya pada zaman sekarang ini. Dimana
sedikit sekali laki-laki dan perempuan yang menyerukan larangan agama. Sedikit
sekali rasa malunya. Bahkan banyak sekali orang-orang yang mengumbar fitnah.
Kemudian sangatlah terhina wanita yang menjadikan macam-macam perhiasan yang
mengundang fitnah berada di wajahnya. Berhati-hatilah dari hal
itu.
Wahai muslimah!
Pakailah dan biasakanlah berhijab. Karena hijab dapat menjagamu dari fitnah
dengan seizin Allah. Tidak ada seorang ulama -baik dahulu maupun sekarang- yang
menyetujui (pendapat) para pengumbar fitnah. Dimana mereka (para wanita)
terlibat di dalamnya.
Sebagian wanita
muslimah ada yang berpura-pura dalam berhijab. Yakni manakala berada dalam
masyarakat yang menerapkan hijab, merekapun memakainya. Dan ketika berada dalam
masyarakat yang tidak menerapkan hijab, merekapun melepaskan
hijabnya.
Sementara ada
sebagian lainnya yang memakai hijab hanya ketika berada di tempat-tempat umum
dan ketika memasuki tempat pemiagaan, rumah sakit, tempat pembuat perhiasan emas
ataupun salah satu dari penjahit pakaian wanita, maka ia pun membuka wajah dan
kedua lengannya, seakan-akan ia berada di samping suaminya atau salah satu
mahramnya! Maka takutlah kamu kepada Allah, hai orang-orang yang melakukan hal
tersebut!
Telah kami
saksikan pula, beberapa wanita yang berada di dalam pesawat (yakni pesawat yang
datang dari luar Arab Saudi), rnereka tidak memakai hijab, kecuali ketika
pesawat mendarat di salah satu bandara di negara ini. Seolah-olah hijab itu
berasal dari adat kebiasaan (bangsa Arab) dan bukan dari pokok-pokok ajaran
agama.
Wahai
muslimah!
Sesungguhnya
hijab menjagamu dari pandangan yang beracun. Pandangan yang berasal dari
penyakit hati dan penyakit kemanusiaan. Hijab memutuskan darimu ketamakan yang
berapi-api.
Maka pakailah
hijab. Berpeganglah pada hijab. Dan janganlah kamu tergoda oleh pengumbar fitnah
yang bertujuan memerangi hijab atau mengecilkan dari bentuknya. Sebab ia ingin
menjadikanmu jahat. Sebagaimana firman Allah:
Sedang
orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh
jauhnya (dari kebenaran). " (An-Nisaa': 27)
Dikutip dari
Tanbihat ‘ala Ahkam Takhtashshu bil Mu’minat, Edisi Indonesia “Panduan Fiqih
Praktis Bagi Wanita” Penerbit Pustaka Sumayyah, Pekalongan.